Selasa, 28 Juni 2011

proposal penelitian historis(dampak peristiwa donggo 1972)



DAMPAK PERISTIWA DONGGO 1972 TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL - POLITIK DI KABUPATEN BIMA
(SUATU TINJAUAN HISTORIS)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Jurusan Pendidikan Sejarah
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah




 














OLEH :

SAIFULLAH
NIM. 2007 01 0321


JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP TAMAN SISWA BIMA
2011/2012
PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI berjudul “ Dampak Peristiwa Donggo 1972 Terhadap kehidupan  Sosial, Politik di Kabupaten Bima” ini di setujui oleh Pembimbing Untuk Diujikan.
























PEMBIMBING I






ASRUL RAMAN, M. Pd
NIDN. 0827078102
PEMBIMBING II






SYAHBUDDIN, S. Pd
Nip. 080806 7002
 









PENGESAHAN


PROPOSAL SKRIPSI berjudul “ Dampak Peristiwa Donggo 1972 Terhadap Kehidupan Sosial, Politik di Kabupaten Bima” ini di setujui oleh Pembimbing untuk diujikan.







DEWAN PENGUJI





NAMA
JABATAN
PARAF
TANGGAL

Ketua Penguji



Sekretaris



Penguji Utama



Penguji I



Penguji II








KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita semua sehingga penulisan proposal penelitian skripsi ini dapat terselesaikan  dengan baik. Penulisan proposal ini yang berjudul “Dampak Peristiwa Donggo 1972 Terhadap Kehidupan Politik dan Sosial Kabupaten Bima”, ini di susun sebagai tugas akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sejarah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu pendidikan (STKIP) Taman Siswa Bima.
Penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terimah kasih kepada :
1.      Bapak Drs. Sudirman  selaku Ketua Lembaga Pendidikan Taman siswa Bima
2.      Bapak Damhuji, M. Pd selaku ketua jurusan sejarah di STKIP Taman Siswa Bima.
3.      Bapak Asrul Raman, M. Pd selaku Pembimbing I dalam penyusun proposal penelitian Skripsi.
4.      Bapak  Sahbudin, S. Pd selaku Pembimbing II dalam penyusunan Proposal Penelitian Skripsi.
5.      Dosen-dosen Program studi pendidikan sejarah  yang telah menyampaikan ilmunya selama perkuliahan di STKIP Taman Siswa Bima.
6.      Kedua orang tua serta keluarga besar saya yang telah memberikan dukungan dan arahan dalam penyusunan proposal penelitian skripsi.
7.      Adik –adik yang saya banggakan  yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam menyusun proposal penelitian skripsi ini.
8.      Teman-teman mahasiswa KKN yang telah membantu saya selama kegiatan KKN
9.      Rekan-rekan angkatan 2007 pendidikan sejarah yang tidak bisa saya sebutkan  satu-satu yang banyak memberikan motivasi kepada penulisan.


Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan proposal penelitian skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala masukan dan kritik serta bimbingan dari pembimbing yang sifatnya membangun penulis terima dengan senang hati.

Belo,     Mei 2011
Penyusun



SAIFULLAH
2007 01 0321





BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Nama Donggo berasal dari bahasa Bima kuno yang berarti gunung yang tinggi (Doro Salunga). Penduduknya sekitar 22 ribu orang. Luas Kecamatan ini ± 406 km2, yang meliputi 11 Desa dan 52 kampung. Sesuai dengan namanya orang Donggo memiliki keberanian yang khas. Mereka juga terkenal menghargai pemimpin dan orang tua , guru, dan menjunjung tinggi persahabatan.
Orang Donggo memang satu fenomena, hanya betapapun tegarnya mereka perubahan ikut mengubah tatanan masyarakat Donggo. Nilai, normal, dan tradisi telah banyak dilanggar, tidak mengherankan kalau kini tampak juga kelelahan dan ketidakberdayaan komunitas ini, komunitas ini juga dalam waktu cukup lama harus menjadi peladang yang berpindah tempat. Cara pemanfaatan lahan seperti itupun akhirnya telah merenggut alam dan lingkungan Donggo.
Maka Renainsans atau kebangkitan kembali komunitas ini yaitu pasca Peristiwa Donggo yang berpuncak 1980-an tidak banyak menolong Donggo. Kala itu banyak kaum muda Donggo mendapat pendidikan lebih baik. Sayang, hanya terkonsentrasi pada profesi guru dan sebagian tentara. Trauma “Peristiwa Donggo” mendorong mereka berbondong-bondong masuk angkatan bersenjata. Tapi hanya sedikit di antara mereka yang mengabdi  di daerahnya, selebihnya di luar daerah.
Gelombang kaum muda ke Jawa ikut meninggalkan peta sosial dan budaya  yang buram di daerah ini. Donggo praktis kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) berbakat.  Betapa tidak mereka seperti batu yang dilempar ke Jawa, tidak pernah kembali ke kampung halaman. Salah satu yang menganjal adalah tidak adanya mentalitas wirausaha pada sebagian besar kaum muda. Generasi muda Donggo juga banyak yang enggan kembali ke akar tradisinya sebagai petani. Mereka lebih gagah kalau menjadi orang kantoran dan PNS, pada hal untuk membangun Donggo menjadi lebih maju dan Mampu mengali potensinya dengan optimal diperlukan tenaga-tenaga serta sarjana-sarjana pertanian dan peternakan yang mempunyai kompetensi di bidang masing-masing.
Peristiwa Donggo 1972 merupakan miniatur dari akumulasi situasi dan kekecewaan Bangsa Indonesia pada umumnya. Orang Donggo mewakili aspirasi anak Bangsa yang tampil sebagai martil bagi Demokrasi di Bima Belahan Timur. Bagaimanapun Kecamatan Donggo merupakan anak  kandung dari ibu pertiwi yang tidak bisa dipisahkan dari Pemerintahan Kabupaten Bima. Penderitaan masyarakat Donggo adalah penderitaan kita semua yang juga penderitaan masyarakat Kabupaten Bima. Pemimpin Kabupaten Bima sudah membuat rakyatnya sengsara dan menderita tekanan batin kronis yang disebabkan tersumbatnya jalur transformasi, Idelogi, Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Bima.
Masyarakat Donggo yang turun secara damai berjalan kaki sejauh  40 km ke Bima untuk menagih janji Bupati yang mau membangun Infrastruktur, Sarana, dan Prasarana Jalan di Donggo yang tidak  kunjung datang di sambut oleh anggota DPRD dan aparat ABRI/POLRI di Desa Pandai. Anggota Dewan mengharapkan pengunjuk rasa dapat kembali ke Donggo, spanduk dan tuntutan masyarakat akan diserahkan kepada Bupati sebagai masukan untuk ditindaklanjuti. Memang unjuk rasa yang dilakukan oleh orang Donggo berbeda dengan kebanyakan orang lain. Agak unik, mereka umumnya membawa senjata tajam karena antara senjata dengan pinggangnya tidak pernah jauh. Senjata tajam yang dibawa sebagian dari budaya turun-temurun bukan mempersenjatai diri untuk melawan aparat.
Sebelum pulang di hadapan Dewan dan aparat keamanan di Desa Pandai, Jamaludin memohon Dewan memperjuangkan tuntutan Demonstran kepada Bupati. Demonstran di himbau agar kembali dengan tertib. Para demonstran menyambut baik imbauan tokoh mereka dengan penuh tanggung jawab. Dari Pandai ke Donggo massa berjalan tanpa ada satu helai daun pun terjatuh karena sentuhan jari tangan massa demonstran.
Pada pelaksanaan do’a syukuran di Desa Kala yang dihadiri oleh seluruh orang Donggo Kabupaten Bima – Dompu dan aparat Tripika Donggo atas keselamatan Tragedi Mesjid Bajo, terutama karena tidak ada  jatuhnya korban jiwa. Abdul Majid Bakry meminta supaya dalam menyampaikan  aspirasi ke Kantor Bupati Bima jangan mencaci- maki pihak lain dan tidak membawa senjata tajam, karena bisa saja pemerintah berpretensi (beranggapan) negatif terhadap masyarakat Donggo.
Pada waktu syukuran di Desa kala, masyarakat Donggo sepakat untuk mendatangi Bupati Seoharmaji guna menagih janjinya untuk membangun Mesjid, sekolah, mengaspal jalan dan memasukkan listrik ke Donggo. Di pagi hari doa syukuran , massa Donggo pria –wanita turun ke Bima melewati Bajo–Sila–Sondosia- dan Pandai sambil membawa parang, tombak dan pentungan. Hal tersebut dilakukan karena khawatir pulang malam sehingga untuk berjaga-jaga dari serangan binatang buas di jalan. Ba’da shalat zuhur si Sila massa singgah di sungai Kancoa Rida untuk melaksanakan shalat. Selesai shalat perjalanan di lanjutkan ke Bima, pada waktu tengah malam di Pandai, sudah ada anggota DPRD dan ABRI/POLRI yang datang menghadang massa Donggo supaya tidak masuk Kota Kabupaten Bima. Keadaan yang tidak kondisif membuat Jamaludin mengambil alih mikrofon, ia memberi aba-aba agar masyarakat siap-siap  dan menahan diri jangan terpancing orang orang. Massa demonstran tetap tenang berada pada barisan, sementara ada yang meminta tiarap. Suasana menjadi  sedikit gaduh, tapi anggota ABRI/POLRI menenangkan massa.
Berkat ketabahan masing-masing pihak akhirnya dicapai kata sepakat. Terjadilah “ kesepakatan Pandai” yang berisi : orang Donggo kembali ke Donggo, dalam waktu tiga hari sejak kesepakatan sudah ada jawaban resmi pemerintah terhadap tuntutan masyarakat Donggo yaitu diterima atau tidaknya tuntutan tersebut. Selanjutnya masa membubarkan diri kembali ke Donggo menelusuri jalan pulang ke Donggo dalam kegelapan malam. Malam itu ada yang pulang  melalui Bajo dan ada yang pulang melalui Dusun Kamunti Desa O’o antara lain : Muhammad Ali Ta’amin, Jamaludin H. Yasin, H. Abbas Oya dan Yusuf Natsir (Su Nato).
Rentang waktu menanti jawaban hasil kesepakatan Pandai, masyarakat Donggo tidak melakukan aksi apapun, kecuali menunggu janji dari Bima. Sedangkan intelijen sudah mulai berkeliaran di Kecamatan Donggo, mereka meminta masyarakat Donggo ke Pasanggraha untuk di foto sambil memegang senjata tajam seperti tombak, parang, keris dan lain-lain. Namanya orang Desa. Senang sekali ingin di foto apalagi gratis. Mereka di foto sepuas-puasnya, malang tak dapat di tolak, yang memotret mereka adalah aparat intelijen yang sedang mencari data faktual sebagai bukti orang Donggo mau memberontak dengan menggunakan senjata tajam. Sedangkan pihak pemerintah di bawah Komando Letkol (Purn) Seoharmaji, menurut bocoran dari sebuah sumber prodemonstran sedang merancang penangkapan tokoh Donggo oleh ABRI yang didatangkan dari NTB dan Bali.
Bupati Seoharmaji semakin marah dengan emosi yang sudah memuncak di kepala, Bupati Bima Seoharmaji memerintahkan ABRI/POLRI untuk segera menangkap para pelaku Peristiwa Donggo. Operasi penangkapan dilakukan pada malam hari dan berhasil menangkap tokoh Mahasiswa Jakarta yaitu Abbas Oya B.A, yang kemudian di bawah ke Bajo. Sukses menangkap rombongan M. Ali Ta’amin, dilanjutkan penangkapan secara membabi buta terhadap tokoh Donggo lain hingga membuat situasi semakin mencekam. Ini menimbulkan kerisauan di kalangan masyarakat Donggo terutama nasib mereka yang tertangkap.
Sepekan lamanya peristiwa pemberontakan masyarakat Donggo menjadi top new (laporan Utama) seluruh media massa Nasional, elektronika maupun media cetak yang memuat berita pemberontakan versi pemerintahan cq Humas Pemda Propinsi NTB. Situasi justru Semakin tidak karuan karena ABRI/POLRI kian beringas menganiaya setiap orang Donggo yang dijumpainya. Donggo praktis dikuasai tentara dan polisi, urat nadi kehidupan orang di sana terhenti, semua rumah penduduk di geledah. Harta benda, uang, emas, dan perak digondol oknum ABRI/POLRI bahkan hewan ternak dijadikan sebagai santapan mereka di jalan-jalan. Ibu-ibu dan anak gadis Donggo pun tidak luput dari upaya pelecehan seksual. Dalilnya mencari keberadaan tokoh yang belum tertangkap. Yaitu Abdul Majid dan H. Kako.
Kekejaman yang dilakukan oleh ABRI/POLRI semakin menjadi-jadi, mereka bagaikan bola yang ditendang ke sana-sini, direndam di laut hingga malam hari, siang hari dipaksa menatap matahari. Sebagian besar ABRI/POLRI baik yang berpakaian dinas maupun preman sudah memenuhi seluruh Desa di Kecamatan Donggo, dengan konsentrasi di O’o dan Kala tempat kediaman kelima tokoh tersebut yang masih misterius.
Persidangan pertama Peristiwa Donggo, 14 Mei 1973, di Pengadilan Negeri Raba Bima. Selanjutnya dilaksanakan dua kali seminggu dengan dihadiri ribuan pengunjung yang datang dari berbagai penjuru di Kabupaten Bima. Mungkin dalam sejarah persidangan perkara apa saja, persidangan inilah yang memecahkan rekor teramat ramai dan meriah seperti massa kampanye pemilihan umum, aparat keamanan kewalahan mengaturnya. Dalam tuntutan yang dibacakan  sendiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Iskandar, menuntut hukuman mati bagi ke lima terdakwa karena melakukan makar yaitu melawan pemerintahan yang sah dengan tuduhan melanggar pasal 1 Penpres nomor 11 tentang subversi. Tetapi tuntutan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum, akhirnya pembela terdakwa Abdullah Mahmud, S.H dan Ibrahim Muhammad Iskandar S. H. sebagai hal mengada-ngada dan tidak berdasar sama sekali. Akhirnya setelah melalui perdebatan panjang antar penuntut umum dengan tim pembela terdakwah  pelaku Peristiwa Donggo, kelima terdakwa di vonis hukuman penjara masing –masing antar 2 hingga 5 tahun.
Mengingat leteratur sejarah mengenai Donggo sangat minim apalagi sejarah hidup tokoh perjuangannya dari tahun 1947 sampai dengan tahun 1975. Kalau dilihat kondisi sekarang masih banyak generasi muda Donggo hanya mengenal sepintas tokoh bersejarah Donggo seperti ; Tuan Guru Abdul Majid Bakry, H. Kako, H. M. Ali Ta’amin, H. Abas Oya BA, Jamaludin H. Yasin. Itupun melalui cerita dari mulut ke mulut, jarang mengenal wajah, lebih-lebih mengetahui karakter keseharian, pandangan, sikap , ucapan, dan tindakan mereka. Ke lima tokoh tersebut merupakan sejarah kebangkitan Dou Donggo yang sebelumnya dipandang sebelah mata, bahkan sebagai bahan ejekan dan olokan oleh orang kota atau manusia “berdarah biru”.
Agar perjuangan para tokoh Donggo tidak sirna begitu saja, sebagai generasi penerus, penulis dalam menyusun skripsi ini berkewajiban moral untuk merangkum penggalan cerita perjuangan mereka lewat penyusunan karya ilmiah yang disusun dalam bentuk skripsi. Pada hal ini adalah sebuah komoditas politik budaya yang bisa dijadikan vitamin pembangkit energi semangat juang Dou Donggo yang tertidur pulas akibat dimarjinalisasikan dari abad ke abad oleh penguasa.
Inilah salah satu  pendorong penulis untuk menyusun skripsi yang berjudul Dampak Peristiwa Donggo 1972, dengan harapan agar bisa mengambil intisari dari perjuangan tokoh Donggo 1972 dengan memperkaya khasanah literatur, pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga generasi muda terbuka terhadap modernisasi, pandai dan sebagai pembela kepentingan kaum duafa (kaum lemah).

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari deskripsi singkat pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dengan mengacu pada judul penelitian ini, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa Donggo tahun 1972 ?
b.      Bagaimana dampak  peristiwa Donggo tahun 1972 terhadap bidang Sosial, Politik  di Donggo ?
c.       Bagaimana dampak peristiwa Donggo 1972 di bidang sosial, Politik masyarakat Bima umumnya ?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka ruang lingkup permasalahan dibatasi baik secara tematis, spasial maupun temporal. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa cakupan masalah dalam penelitian ini sangat kompleks dan agar penelitian ini lebih terfokus pada titik persoalan sehingga dapat menjawab substansi permasalahan secara memadai.
Batas Spasial penelitian di lakukan di Kabupaten Bima khususnya di Kecamatan Donggo yang terdiri dari enam desa yaitu Desa Kala, Desa O’o, Desa Mbawa, Desa Mpili, Desa Doridungga dan Desa Bajo, dimana ke enam Desa ini merupakan tempat yang sangat besar pengaruhnya terhadap peristiwa Donggo 1972 dan merupakan tempat terjadinya peristiwa tersebut dan  namun tidak menutup kemungkinan daerah-daerah lain yang ada di sekitar Kabupaten Bima dan  Kabupaten Dompu juga dijadikan sebagai lokasi penelitian guna memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai obyek kajian ini.
Secara tematis, mengenal sejarah masyarakat Donggo untuk dewasa ini sangat perlu karena dalam penelitian ini pihak penulis akan menceritakan peristiwa Donggo pada tahun 1972 yang belum banyak tersirat dalam buku-buku sejarah yang lainnya khususnya sejarah lokal daerah Bima sendiri, oleh karena itu penulis akan mencoba membahas tentang latar belakang terjadinya peristiwa Donggo tahun 1972 serta dampak peristiwa Donggo terhadap kehidupan Politik dan Sosial masyarakat Donggo pada umumnya.
Sedangkan batas Temporalnya adalah tahun 1972 , dimana pada ini merupakan awal terjadinya peristiwa tersebut sekaligus sebagai simbol perlawanan masyarakat Donggo terhadap kebijakan pemerintahan Kabupaten Bima  pada masa Bupati Seoharmadji.




C.    TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui latar belakang terjadinya peristiwa Donggo 1972.
b.      Agar dapat mengetahui dampak yang terjadi terhadap peristiwa Donggo di tinjau dari segi sosial - politik masyarakat Donggo.
c.       Untuk dapat mengetahui dampak dari peristiwa Donggo terhadap kehidupan sosial - politik masyarakat Bima pada umumnya.

D.    MANFAAT PENELITIAN
1.      Peneliti
a.       Hasil penelitian ini dapat mengimplementasikan berbagai konsep dan teori yang di peroleh diperkuliahan khususnya teori-teori sejarah dengan realitas sosial khususnya pada masa lampau tentang peristiwa Donggo.
b.      Selain dari itu peneliti dapat memperluas cakrawala berpikir secara komprehensif dan menambah pemahaman berbagai ilmu yang terkait di dalamnya tentang peristiwa Donggo, serta sebagai landasan dalam pengembangan tentang tulisan sejarah masyarakat Donggo.
2.      Pembaca
a.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang sejarah lokal Bima khususnya peristiwa Donggo 1972
b.      Sebagai pengembangan dalam penelitian sejarah budaya lokal Bima khususnya peristiwa Donggo pada Tahun 1972.
c.       Agar dapat mengetahui tentang dampak yang terjadi akibat dari adanya peristiwa Donggo 1972 baik dari segi sosial maupun segi politik.
3.      Pemerintah Kabupaten Bima
a.       Sebagai bahan referensi dan kajian dalam penelitian sejarah lokal Bima khususnya sejarah masyarakat Donggo.
b.      Menambah bahan-bahan atau referensi sejarah lokal Bima tentang sejarah Donggo yang masih banyak belum di publikasikan secara umum.
c.       Dapat mendorong Pemerintah Kabupaten Bima untuk mengetahui dan memahami peristiwa yang terjadi khususnya peristiwa donggo tahun 1972.

E.     KAJIAN PUSTAKA
1.      Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam menulis sejarah peristiwa Donggo 1972  merupakan penelitian yang  pertama berkelanjutan dari penelitian yang  sudah di publikasi oleh peneliti lain tentang masalah Peristiwa Donggo yang termuat dalam buku Mutiara Donggo (Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry) yang di karang oleh Ghazaly Ama La Nora . Dalam kesimpulannya bahwa peristiwa Donggo 1974 merupakan bentuk perlawanan terhadap pemerintahan yang sifatnya otoriter semasa orde baru yang di pimpin oleh Bupati Bima Seoharmadji terhadap masyarakat Donggo karena adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan janji-janji bupati itu sendiri  pada umumnya. Sedangkan pihak penulis dalam menyusun proposal penelitian ini  mencoba mengkaji dan meneliti peristiwa donggo 1972 yang diprioritas  utamanya dari segi politik dan sosial budaya masyarakat donggo. Buku lain yang di gunakan dalam penelitian  ini adalah buku karangan M Nur A Wahab dengan judul mengenal masyarakat Donggo yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bima 1982. Buku ini dapat dijadikan sebagai sumber primer, karena penulisnya langsung mewawancarai beberapa orang yang mengalami peristiwa itu baik dari orang-orang Donggo asli maupun orang –orang di luar Kecamatan Donggo dan juga mengadakan crosscheck dengan berbagai data asli baik yang ada di kantor Kecamatan maupun yang ada di Perpustakaan Daerah Bima.
Menurut buku yang berjudul Membokar Manipulasi Sejarah oleh Asvi Warman Adam hal 126 merupakan rentetan peristiwa yang terjadi pada tahun 1974 dengan sebuah peristiwa yang di sebut dengan peristiwa Malari di mana peristiwa ini terjadi karena demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa menentang kedatangan PM Jepang serta ketidakseimbangan asisten pribadi Jendral yang bernama Ali Moertopo terhadap sistem pemerintahan yang dijalankan pada saat itu, oleh karena itu peristiwa Malari merupakan peristiwa yang mempunyai pengaruh besar di negara Indonesia. Adanya keterkaitan peristiwa tersebut dapat di ambil sebagai perbandingan dalam penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972 yang baik dan benar apakah peristiwa tersebut ada keterkaitan atau sebaliknya,
Pada buku yang lain yang berjudul Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia oleh Bambang Purwanto, Ratna Saptari yang menjelaskan tentang peristiwa lampung 1989 yang merupakan konflik vertikal antar pemerintah dengan masyarakat lampung dengan berbagai perspektif dalam peristiwa tersebut. Penulisan sejarah dampak peristiwa Donggo 1972 merupakan peristiwa yang sangat unik dan merupakan suatu peristiwa dengan melakukan demonstrasi besar-besaran terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Bima yang dilakukan oleh masyarakat Donggo dan tokoh-tokoh Kedua sumber buku tersebut merupakan bahan atau referensi yang terkemuka Donggo baik dari kaum intelek, kaum agama, serta kaum politik masyarakat Donggo.

F.     HISTORIOGRAFI  YANG RELEVAN
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dari seluruh rangkaian dari metode historis. Tahapan heuristik, kritik sumber, serta interpretasi, kemudian di kolaborasi sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972 merupakan suatu penulisan yang mengungkapkan suatu peristiwa yang terjadi pada masa itu yang menyangkut masalah sosial, politik masyarakat Donggo, sehingga dalam  penulisan ini akan tersirat sebuah penulisan sejarah lokal Bima khususnya daerah Bima di Kecamatan Donggo.
Penulisan sejarah peristiwa Donggo tahun 1972 yang termuat dalam sebuah buku yang berjudul Mutiara Donggo (biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry) merupakan sebuah tulisan yang berdasarkan hasil penelitian terdahulu tentang peristiwa Donggo 1972 tersebut yang menceritakan tentang rangkaian sejarah peristiwa di Donggo yang menyangkut masalah agama, sosial-budaya, politik, ekonomi, masyarakat Donggo dan serta Pemerintah Kabupaten Bima.
akan di gunakan dalam penulisan sejarah Peristiwa Donggo 1972 dengan tujuan untuk membandingkan dan untuk mengkaji apakah peristiwa tersebut mempunyai keterkaitan  atau kemiripan peristiwa tersebut yang akan di jadikan sebagai penulisan sejarah yang relevan. Dalam penulisan sejarah peristiwa Donggo 1972 merupakan penulisan karya ilmiah historis yang sangat berbeda dengan penulisan sebelumnya, karena penulisan sejarah dalam buku Mutiara Donggo menyangkut secara keseluruhan peristiwa yang terjadi di Donggo di mulai dari tahun 1642 sampai dengan tahun 1990, sedangkan penulisan yang dilakukan oleh peneliti sendiri hanya menyangkut masalah-masalah tertentu saja yaitu masalah sosial, politik masyarakat donggo dan pemerintahan Kabupaten Bima tahun 1972.
Sesuai dengan penulisan proposal penelitian ini, penulisan sejarah peristiwa Donggo tahun 1972 yang merupakan penulisan berkelanjutan dari penulisan sebelumnya yang termuat dalam buku mutiara Donggo  tetapi ada sedikit perbedaan dalam penulisan sejarah tersebut yaitu tentang dampak dari peristiwa tersebut dari bidang sosial, politik masyarakat Donggo dan pemerintah kabupaten Bima.

G.    METODE  DAN PENDEKATAN PENELITIAN
1.      Metode Penelitian
Penelitian mengenai “Dampak Peristiwa Donggo 1972”, merupakan suatu penelitian historis karena penelitian ini diarahkan untuk meneliti, mengungkapkan dan menjelaskan peristiwa masa lampau sehingga jelas diarahkan kepada metode sejarah yang bersifat kualitatif. Tujuan dari penelitian historis ini yaitu menemukan dan mendeskripsikan secara analisis serta menafsirkan tentang Peristiwa Donggo 1972. Selain itu penelitian yang saya lakukan terkait dengan Peristiwa Donggo 1972  termasuk dalam penelitian sejarah lokal yang bersifat sosial politik karena dalam penelitian akan dibahas terkait dengan latar belakang peristiwa Donggo 1972 yang sifatnya politik dan dalam penelitian ini pula akan dibahas mengenai suatu dampak yang terjadi akibat dari peristiwa Donggo 1972 terhadap masyarakat Donggo kemudian hubungan sastra kedaerahan yang bersifat sosial.
Penulisan peristiwa masa lampau dalam bentuk peristiwa atau kisah sejarah yang dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah, harus melalui prosedur kerja sejarah. Pengisahan masa lampau tidak dapat dikerjakan tanpa ada sumber yang menyangkut masa lampau tersebut, sumber yang dimaksud adalah berupa data yang melalui proses analisis menjadi sebuah fakta atau keterangan yang otentik yang berhubungan dengan tema permasalahan, dalam ilmu sejarah dikenal sumber-sumber itu baik tertulis maupun tidak tertulis yang meliputi legenda, folklore, prasasti, monument, alat-alat sejarah, dokumen, surat kabar dan surat-surat.
Proses awal yang dilakukan oleh peneliti untuk menulis sejarah dengan menentukan tema sesuai dengan minat dan keyakinan penulis. Hal ini diharapkan dapat memacu semangat penulis untuk meneliti secara sungguh-sungguh. Dalam menjawab permasalahan  penelitian ini penulis menggunakan metode sejarah  yang terdiri dari empat langkah yaitu :
a.      Heuristik
Tahap pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah Heuristik (pengumpulan sumber). Sumber sejarah dapat berupa evidensio (bukti) yang ditinggalkan manusia yang  menunjukan segala aktifitasnya di masa lampau baik berupa peninggalan-peninggalan maupun catatan-catatan. Sumber ini dapat ditemukan di perpustakaan daerah Bima, dari internet, dan untuk arsip dapat di peroleh di kantor-kantor atau instansi-instansi tertentu. Serta penulis melakukan wawancara secara langsung dengan informan (sumber lisan).
Penulisan sejarah peristiwa donggo 1972 dikenal dua macam sumber yaitu sumber primer dan sumber skunder. Sumber primer merupakan sumber pertama yang dipakai oleh peneliti dalam penulisan sejarah dan dianggap sebagai sumber yang asli (orisinil) sebagai bukti yang kontemporer dengan peristiwa yang terjadi. Sumber kedua adalah sumber skunder merupakan sumber berupa kesaksian dari siapa saja yang merupakan saksi mata atau sumber yang berasal dari sumber aslinya yang berupa literatur.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni:
1)      Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang menekankan penggunaan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan responden dalam rangka mengetahui efektivitas dan efisiensi suatu masalah dengan kondisi tertentu atau melakukan kajian terhadap norma hukum tidak tertulis.
Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan secara langsung ke lapangan untuk meneliti serta mencari data-data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data-data yang ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data-data dan informasi penelitian lapangan, yaitu:
-          Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan penulis untuk mengamati secara langsung objek yang berkaitan dengan Peristiwa Donggo 1972  dan bukti-bukti sejarah peristiwa Donggo tersebut.
-          Tradisi lisan / Wawancara
Adalah suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan mencermati penuturan-penuturan informasi yang sifatnya turun-temurun dan dapat memberikan keterangan terhadap masalah yang akan diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam rangka penyusunan sejarah lokal tersebut, misalnya dengan mengadakan wawancara langsung dengan orang-orang yang mengetahui tentang hal-hal yang berkenaan dengan peristiwa Donggo 1972.
2)      Penelitian Kepustakaan
Yang dimaksud penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Dalam kajian kepustakaan ini peneliti akan mengadakan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan informasi-informasi serta data-data yang berkaitan dengan peristiwa sejarah  tersebut. Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber perpustakaan yang akan di kaji adalah perpustakaan Daerah Bima (Samparaja), dinas Pendidikan Kecamatan Donggo,  serta instansi-instansi yang berkaitan dengan peristiwa tersebut terjadi.
b.      Kritik sumber/Verifikasi
Kritik sumber merupakan verifikasi sumber yaitu pengujian kebenaran atau ketepatan dari sumber sejarah. Kritik sumber ada dua macam yaitu kritik  ekstern dan kritik intern untuk menguji kredibilitas sumber. Kritik ekstern  dalam penelitian ilmu sejarah umumnya menyangkut keaslian atau keautentik bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah. Bentuk penelitian yang dilakukan peneliti misalnya tentang waktu pembuatan dokumen (hari dan tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sendiri.
Kritik Intern merupakan penilaian keakuran atau keautentik terhadap materi sumber sejarah itu sendiri. Di dalam proses analisis terhadap suatu dokumen, peneliti harus selalu memikirkan unsur-unsur yang relevan di dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur dalam dokumen dianggap relevan apabila unsur tersebut paling dekan dengan apa yang telah terjadi, sejauh mana dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-sumber terbaik yang ada.
c.       Interpretasi/ Analisis
Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.
d.      Historiografi
Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu. Selain kedua hal tersebut, penulisan sejarah, khususnya sejarah yang bersifat ilmiah, juga harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah umumnya.

2.      Pendekatan Penelitian
Dalam perkembangan metodologi sejarah, peneliti harus berusaha untuk saling mendekatkan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, maka ketika akan menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena masa lampau, peneliti menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial yang relevan dengan pokok kajian. Oleh karena itu tulisan ini melakukan pendekatan politik dan pendekatan sosial. Pendekatan politik adalah segala aktifitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan bermaksud mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat. Sedangkan pendekatan sosial adalah hubungan antar sesama serta manusia dengan lingkungannya yang ada pada suatu wilayah tertentu dengan berbagai bentuk hubungan yang harmonis dan baik. Pendekatan politik dan sosial dalam tulisan ini digunakan untuk mengetahui dampak peristiwa Donggo 1972 terhadap bidang politik dan sosial masyarakat Donggo.

H.    SISTEMATIKA PENULISAN
Secara umum penelitian ini terdiri dari lima (5) bab, yaitu
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari sub bab; (a) Latar Belakang  (b) Rumusan Masalah (c) Tujuan Penelitian (d) Manfaat Penelitian (e) Kajian pustaka (f) Historiografi Yang Relevan (g) Metode dan Pendekatan Penelitian yang terdiri dari : (i), Metode Penelitian (ii), Pendekatan Penelitian, (h) Sistematika Penulisan.
Bab II Pembahasan yang terdiri dari sub bab yaitu (a) gambaran umum Daerah Penelitian (b) latar belakang peristiwa Donggo 1972.
Bab III  yaitu  Membahas tentang Dampak Peristiwa Donggo 1972 di bidang politik dan ekonomi yang terdiri dari sub bab yaitu (a) dampak politik (b) dampak ekonomi.
Bab IV yaitu Membahas tentang Dampak Peristiwa Donggo 1972 di bidang Sosial dan Budaya yang terdiri dari sub bab yaitu (a) Dampak di bidang sosial (b) Dampak di bidang Budaya.
Bab V yaitu Penutup yang terdiri dari sub bab yaitu (a) Kesimpulan (b) saran-saran.




















DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly Ama La Nora, 2008. Mutiara Donggo “Biografi Perjuangan Tuan Guru Abdul Majid Bakry”, Penerbit NCI PRESS. Jakarta Barat.
M. Nur Wahab, 1981. Mengenal Donggo dengan Pendidikan dan Kebudayaannya. Penerbit ; Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Donggo.
Syarifuddin Jurdi, 2004. Elite Muhammadyah dan Kekuasaan Politik, UGM PRESS.
----------------------, 2008 Pemikiran Islam Indonesia. Pustaka Cendekia Press. 2007.
Hendri Chamberl Loid, 2004. Kerajaan Bima Dalam Sastra dan Sejarah. Wisamarta, Lukman (khatib).
H. Abdullah Tajib, 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Harapan Masa. Jakarta
Dudung Abdurahman, 2007. Metodolgi Penelitian Sejarah. Ar – Ruzz Media. Yogyakarta.
Syamsudin Helius, 2008. Metodologi Sejarah. Ombah, Yogyakarta
Pranoto Suhartono W, 2010. Teori dan Metodologi Sejarah, Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sharma, P . 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta. Yayasan Menara Ilmu.
Syamsul Hadi Thubang, 2005. Pilkada Bima 2007 ; Era Baru Demokratisasi Lokal Indonesia
Suyanto Bagong, 2005. Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar